Tak Hanya Juliari Batubara, Ini Deretan Mensos yang Terjerat Kasus Korupsi
Komisi Pembasmian Korupsi (KPK) memutuskan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara selaku terdakwa masalah suap penyediaan bansos (bantuan sosial) pengatasan Covid-19 berbentuk paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020.
Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira mengatakan ini bukanlah pertama kali diketemukan praktik korupsi terutamanya di cakupan Kemensos dalam penyediaan barang.
"Sembako ini kerap berulang-ulang. Sesungguhnya bukan hal yang baru. Sembako ini rawan, sebab dalam penyediaan barang dan jasanya ini banyak faksi yang dapat bermain," katanya, Selasa (8/12/2020).
Dijumpai, saat sebelum Juliari, ada nama Bachtiar Chamsyah dan Idrus Marham yang terjebak korupsi di lingkungan Kemensos.
Pada 2011, bekas Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah divonis hukuman satu tahun 8 bulan penjara dan denda sejumlah Rp 50 juta karena bisa dibuktikan lakukan tindak pidana korupsi dengan menyepakati pemilihan langsung penyediaan mesin jahit, sapi import, dan kain sarung yang bikin rugi negara sampai Rp 33,7 miliar. Saat itu, bekas Menteri Sosial Idrus Marham terganjal masalah suap PLTU Riau-1.
Tidak cuman bantuan sosial sembako, Bhima mengendusi ada praktik sama dalam program bantuan sosial yang lain terhitung Kartu Prakerja. Selaku info, pemerintahan tahun ini mengalokaikan program itu selaku salah satunya bantuan sosial dalam pengatasan wabah covid-19.
"Masalah kartu prakerja tingkat kebocorannya kan besar, tetapi KPK cuman beri referensi. Walau sebenarnya telah pasti permasalahan semenjak awalnya," katanya.
Semenjak dibuka pada April lalu, program kartu prakerja ini memetik masalah sebab dipandang riskan penyelewengan. Pada umumnya, beberapa hal yang disorot KPK diantaranya registrasi dan pencatatan peserta yang tidak sesuai dengan data Kementerian Ketenagakerjaan, perselisihan kebutuhan, content training yang tidak pantas, dan sangkaan training fiktif.
Karena itu, Bhima merekomendasikan supaya bantuan sosial nanti diberi berbentuk uang tunai lewat perbankan. "Dari dahulu saya sepakatnya transfer tunai. Sebab transaksi bisnisnya melalui mekanisme keuangan itu dapat di-trace, ada laporannya selanjutnya data yang menerima itu kan ia harus membuat rekening di perbankan. Disana seluruh data pribadinya terdaftar," katanya.
bermain colok bebas untuk resiko kecil Dengan demikian, jadi kemungkinan kecil berlangsungnya penyelewengan. Pemantauannya-pun bakal menjadi lebih gampang sebab diberi langsung ke rekening yang menerima. Disamping itu, pemberian bantuan sosial berbentuk uang tunai memberi kelonggaran untuk sang yang menerima dalam memakai uangnya, bagus untuk beli sembako atau penyukupan kebutuhan yang lain seperti bayar bill listrik.
"Jadi jika 2021 dianjurkan semakin banyak menguasai memiliki sifat uang tunai dibanding karakternya ialah barang sembako itu," kata Bhima.
Pemerintahan nampaknya perlu mengangsung kembali lagi pendistribusian bansos (bantuan sosial) berbentuk barang sembako. Masalahnya pendistribusian bantuan sosial seperti ini dipandang riskan penyimpangan seperti korupsi.
Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira menjelaskan, bantuan sosial berbentuk sembako ini rawan disalahgunakan. Ini, katanya, bukan hal yang baru serta seringkali berlangsung. Di mana ada kekuatan kongkalikong dalam proses penyediaan barangnya.
"Sembako ini kerap berulang-ulang, sesungguhnya bukan hal yang baru. sembako ini rawan, sebab dalam penyediaan barang dan jasanya ini banyak faksi yang dapat bermain," katanya ke Liputan.com, Selasa (8/12/2020).
"Sebab dalam proses penyediaan Barangnya dapat suap menyogok untuk memenangi perusahaan penyuplai barangnya," ikat ia.
Oleh karenanya, Bhima merekomendasikan ke pemerintahan supaya bantuan sosial diberi berbentuk uang tunai saja. Ini dipandang lebih terbuka sebab bisa dijelajahi lewat mekanisme perbankan.
"Dari dahulu saya sepakatnya transfer tunai. Sebab transaksi bisnisnya melalui mekanisme keuangan itu dapat di-trace, ada laporannya selanjutnya data yang menerima itu kan ia harus membuat rekening di perbankan. Disana seluruh data pribadinya terdaftar," kata Bhima.
Dengan demikian, jadi kemungkinan kecil berlangsungnya penyelewengan. Pemantauannya-pun bakal menjadi lebih gampang sebab diberi langsung ke rekening yang menerima.
Dikontak secara terpisah, ekonom senior Piter Abdullah menjelaskan hal sama. Menurut dia, pemerintahan semestinya dapat belajar pada beberapa kasus sebelumnya dan selekasnya mengatur mekanisme pendistribusian bantuan sosial yang lebih terbuka dan efektif.
"Pemerintahan semestinya membuat mekanisme pendistribusian bantuan sosial yang telah seutuhnya manfaatkan tehnologi info digital dan didukung dengan data yang menerima yang komplet," tutur ia.
Dengan demikian, pemantauan dan pengujian pendistribusian bantuan sosial bisa dikerjakan oleh seluruh pihak. di lain sisi, ini sekalian kurangi ketertarikan dan kesempatan penyimpangan.
"Disamping itu perlu diperhitungkan bantuan sosial tidak diberi berbentuk barang sembako," tandas ia.
Komentar
Posting Komentar